Pengertian Sunnah
PENGERTIAN SUNNAH
Oleh
Syaikh Dr Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani
Sunnah itu memiliki penganut. Dan para penganutnya memiliki aqidah atau keyakinan dan selalu bersatu di atas kebenaran. Maka sudah sepantasnya penulis memaparkan di sini pengertian dari ketiga kata tersebut : Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Pengertian Aqidah Secara Bahasa Dan Menurut Istilah
Aqidah secara bahasa diambil dari kata ‘aqad yakni ikatan dan buhulan yang kuat. Bisa juga berarti teguh, permanent, saling mengikat dan rapat. Bila dikatakan tali itu di-‘aqad-kan, artinya diikat. Bisa juga digunakann dalam ikatan jual beli atau perjanjian. Meng-‘aqad sarung, berarti mengikatnya dengan kuat. Kata aqad adalah lawan dari hall (melepas/mengurai)[1].
Pengertian aqidah menurut istilah adalah : Bahwa aqidah itu digunakan dalam arti iman yang teguh, kokoh dan kuat yang tidak akan terasuki oleh keragu-raguan. Yakni keyakinan yang menyebabkan seseorang itu diberi jaminan keamanan, hati dan nuraninya terikatt pada keyakinan itu, lalu dijadikan sebagai madzhab dan agamanya. Apabila iman yang teguh, kokoh, kuat dan pasti itu benar, maka aqidah seseorang juga menjadi benar, seperti aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Kalau keimanan itu batil, maka aqidah pemiliknya juga batil, seperti aqidah yang dimiliki oleh kelompok-kelompok sesat.[2]
Pengertian Ahlus Sunnah
Sunnah secara bahasa artinya adalah jalan atau riwayat hidup, baik ataupun buruk[3]. Sementara sunnah menurut istilah para ulama aqidah Islam adalah petunjuk yang dijalani oleh Rasulullah dan para sahabat beliau ; dalam ilmu, amalan, keyakinan, ucapan dan perbuatan. Itulah ajaran sunnah yang wajib diikuti dan dipuji pelakunya, serta harus dicela orang yang meninggalkannya. Oleh sebab itu dikatakan ; si Fulan temasuk Ahlus Sunnah. Artinya, ia orang yang mengikuti jalan yang lurus dan terpuji[4].
Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menyatakan : “Sunnah adalah jalan yang dilalui, termasuk diantaranya adalah berpegang teguh pada sesuatu yang dijalankan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Al-Khulafa Ar-Rasyidun, berupa keyakinan, amalan dan ucapan. Itulah bentuk sunnah yang sempurna”[5].
Syaikhul Islam Ibnu Timiyah rahimahullah menyatakan : “Sunnah adalah sesuatu yang ditegakkan di atas dalil syari’at, yakni ketaatan kepada Allah dan RasulNya, baik itu perbuatan beliau, atau perbuatan yang dilakukan di masa hidup beliau, atau belum pernah beliau lakukan dan tidak pula pernah dilakukan di masa hidup beliau karena pada masa itu tidak ada hal yang mengharuskan itu dilakukan pada masa hidup beliau, atau karena ada hal yang menghalanginya”[6].
Dengan demikian perngertian itu, berarti adalah mengikuti jejak Rasulullah secara lahir dan batin, dan mengikuti jalan hidup orang-orang terdahulu dari generasi awal umat ini dari kalangan Al-Muhajirin dan Al-Anshar[7].
Pengertian Jama’ah
Jama’ah secara bahasa diambil dari kata dasar jama’a (mengumpulkan). Dari akar kata itulah muncul kata-kata semacam ijma’ (kesepakatan) dan ijtima’ (pertemuan), lawan kata dari tafarruq (perpisahan).
Ibnu Faris menyatakan : “Huruf Jim, Mim dan ‘Ain berasal dari satu kata dasar yang menunjukkan pengumpulan sesuatu. Saya menjamak sesuatu artinya mengumpulkannya sedemikian rupa”[8]
Sementara Jama’ah menurut istilah ulama aqidah Islam yang tidak lain adalah generasi As-Salaf dari umat Islam dari kalangan sahabat, tabi’in dan yang mengikuti jejak mereka hingga hari Kiamat, yang mereka bersatu dalam kebenaran yang jelas dari Kitabullah dan Sunnah Rasul.[9]
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menyebutkan : “Jama’ah adalah sesuatu yang bersesuaian dengan kebenaran meski hanya engkau seorang diri”
Nu’aim bin Hammad menyatakan : “Yakni apabila jama’ah kaum muslimin sudah rusak, hendaknya engkau berpegang pada sesuatu yang dilaksanakan oleh jama’ah itu sebelum ia rusak, meski hanya engkau seorang diri. Karena pada saat itu, engkaulah jama’ah itu sendiri”[10].
[Disalin dari kitab Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid’ah Fi Dhauil Kitabi was Sunnah, Edisi Indonesia Mengupas Sunnah, Membedah Bid’ah, Penulis Dr Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Penerbit Darul Haq]
_______
Footnote
[1] Lihat Lisanul Arab oleh Ibnu Mandzur, bab huruf daal, pasal huruf ‘ain III:296. Lihat juga Qamus Al-Muhith oleh fairuz Abadi, bab huruf daal pasal huruf ‘ain, hal.383. Lihat juga Mu’jamul Maqayis Fil Lughah oelh Ibnu Faris kitab Al-Ain hal.679.
[2] Lihat Mabahits Fi Aqidah Ahlus Sunnah, oleh Doktor Nashir Al-Aql, hal.9-10
[3] Lihat Lisanul Arab oleh Ibnu Manzhur bab ; Nuun, pasal huruf sien XIII : 225.
[4] Lihat Mabahits Fi Aqidah Ahlus Sunnah, oleh Doktor Nashir Al-Aql, hal. 15
[5] Jami’ul Ulumiwal Hikam I : 120
[6] Majmu’ Al-Fatawa oleh Ibnu Taimiyah XXI : 317
[7] Refernsi sebelumnya III : 157
[8] Mu’jamul Maqayis Fil Lughah oleh Ibnu Faris, kitab huruf Jiim hal. 224
[9] Lihat Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah oleh Ibnu Abil Izzi hal. 68 dan Syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyah tulisan Khalil Hirras hal, 61
[10] Oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan I : 70, lalu dinisbatkan kepada Al-Baihaqi.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/611-pengertian-sunnah.html